Materi

Referensi

Kamis, 29 Januari 2009

Budaya Korporat Lokal - Kisah Robby Membangun Bank Niaga

Budaya Korporat Lokal - Kisah Robby Membangun Bank Niaga


Robby Djohan adalah figur yang tak terlepaskan dari serangkaian keberhasilan Bank Niaga, termasuk sebagai bank dengan kualitas manajemen dan budaya korporat yang cukup tangguh.

Setelah 8 tahun malang-melintang di Citibank dan berkontribusi besar dalam meletakkan fondasi bisnis Citibank di Indonesia, menjelang usia 40 tahun ia memutuskan untuk meninggalkan Citibank. Ada dua pilihan yang tersedia baginya saat meninggalkan Citibank, yaitu bekerja sebagai agen (semacam manajer) di BDN dan direktur Bank Niaga. Waktu itu, BDN sebagai bank pemerintah sudah menjadi organisasi yang besar sementara Bank Niaga hanya sebuah bank kecil yang berdiri 26 September 1955.

"Kalau saya pilih BDN dengan sendirinya terbuka peluang bagi saya menjadi orang besar karena saya bekerja pada suatu organisasi besar. Tapi, saya mengkhawatirkan birokrasi di BDN. Akhirnya saya memilih Bank Niaga, sebuah bank pribumi yang kecil dan apabila menjadi besar andil saya akan sangat menonjol," tulisnya dalam buku Robby Djohan, the Art of Turnaround.

Masuk sebagai GM cabang Jakarta- selevel direktur- Bank Niaga tahun 1976, Robby dipercaya menjadi Presiden Direktur 1 Januari 1984 menggantikan Idham. Sejak awal, Bank Niaga memang ingin menjadi bank profesional seperti Citibank. Tatkala masuk Bank Niaga, bank ini sudah menjalin kerjasama dengan Citibank di bidang retail banking. Hanya saja, Citibank bermaksud menghentikan kerjasama itu sejalan dengan strategi global Citibank yang waktu itu lebih fokus di bidang perbankan korporasi. Robby berhasil meyakinkan Citibank Indonesia untuk tidak menghentikan kerjasama itu serta merta. Kebetulan, beberapa orang Citibank yang ditempatkan di Bank Niaga masih mau berkarir di Bank Niaga.

Sebagai eks Citibanker dan latar belakang kerjasama Bank Niaga dengan Citibank, maka wajar bila Bank Niaga dianggap sebagai Citibank mini atau Citibanknya Indonesia. Toh tidak semua hal yang diterapkan di Bank Niaga adalah konsep Citibank. "Kami hanya mengambil mana yang baik saja," ujarnya. Salah satunya, bagaimana Citibank mempersiapkan orang-orangnya. Seperti rekrutmen, pendidikan, pengembangan karir, deskripsi pekerjaan, tujuan, program dan evaluasi kinerja. Juga kebiasaan rapat yang tidak berlama-lama dan selalu disiplin dengan waktu.

Ketika berdiri hingga awal 70-an, belum terpikir oleh manajemen pembentukan budaya korporat Bank Niaga. Saat itu, ujar Robby, orang belum mengenal apalagi memahami budaya korporat. Kalau pun ada, perilaku pemilik Bank Niaga bisa dianggap sebagai budaya korporat. Sehingga yang terjadi saat itu, para bawahan meniru apa yang dilakukan atasan. Oleh sebab itu, budaya korporat Bank Niaga banyak sekali dipengaruhi oleh contoh yang kuat dari para komisaris dan CEO Bank Niaga, khususnya oleh Soedarpo Sastrosatomo, Julius Tahija, M. Idham, dan Robby. Kebetulan, menurut Robby, keempatnya memiliki cara yang sama.

Sifat yang menonjol adalah, pertama sikap konservatif dan mengutamakan kualitas. Kedua, manusia adalah asset utama. Ketiga, citra dan integritas. Sifat-sifat ini ada pada keempat orang itu karena latar belakang pendidikan Belanda, keluarga yang intelektual, lingkungan pergaulan, dan pekerjaan.

Keseragaman sifat itu memang tidak melahirkan dinamika, tetapi menjamin munculnya satu fondasi yang kokoh untuk mengembangkan Bank Niaga. Karakter Soedarpo, Tahija, dan Idham yang sangat konservatif dan Robby sebagai CEO yang cukup agresif menghasilkan sinergi yang sangat baik.

Dengan sinergi ini, lanjut Robby, esensi budaya yang berkembang di Bank Niaga adalah mengutamakan stakeholders. Selalu berorientasi pada pasar, manusia menjadi asset utama, dan senantiasa mementingkan kualitas dalam semua hal yang dikerjakan. Setiap penyimpangan tidak bisa ditoleransi dan secara otomatis dikoreksi oleh budaya perusahaan yang berkembang. Robby juga tergolong sangat keras- namun tanpan dendam- terhadap anak buahnya yang melakukan penyimpangan.

Pernah seorang staf Bank Niaga cabang Medan melakukan manipulasi. Waktu berkunjung ke Medan, meski marah Robby mengatakan kepada orang itu untuk mencari pekerjaan di luar bank. Ia menilai, orang itu tidak cocok bekerja di bank karena tidak tahan godaan uang. Akhirnya, orang itu mundur dari Bank Niaga dan sesuai saran Robby mencari pekerjaan di bidang lain.

Mereka yang ingin maju di Bank Niaga harus patuh kepada budaya korporat agar dia tidak menjadi orang asing di Bank Niaga. Penentuan dan pengangkatan eksekutif sangat ditentukan oleh rank and file, sehingga sulit bagi yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan budaya korporat itu untuk berkembang. "Oleh sebab itu, rekrutmen kader dari luar sangat dibatasi," katanya.

Robby mengakui, visi dan strategi usaha yang terpikir waktu itu sangat sederhana. Ia ingin Bank Niaga menjadi bank yang berkualitas, menguntungkan, dan masuk lima besar di antara bank swasta. Keinginan itu jelas sangat ambisius karena Bank Niaga saat itu merupakan bank terkecil di antara sekitar 65 bank swasta. Yang berkembang justru bank milik WNI keturunan karena praktis sudah menguasai seluruh perdagangan. Sedangkan Bank Niaga adalah bank milik pengusaha pribumi yang sangat konservatif.

Untuk mewujudkan keinginan itu, tahun 1976 Bank Niaga menyusun lima tahapan sebagai strategi untuk mencapai visi itu. Pertama, memiliki manajemen yang professional, terdiri dari sedikitnya 10 orang yang kompeten dan siap ditempatkan di pusat dan di cabang. Kedua, mengembangkan program rekrutmen dan pendidikan yang akan menghasilkan kader-kader Bank Niaga. Ketiga, memiliki prasarana, baik berupa kantor yang modern dan jasa perbankan serta sistem operasi seperti Citibank. Keempat, fokus pada retail banking dan commercial banking dalam pemasaran. Kelima, menjadi bank yang menguntungkan sehingga lebih mudah mendapatkan modal dari investor maupun dari laba ditahan.

Impelementasi dari strategi itu diakui Robby sangat sederhana. "Namun, karena kami konsisten dan penuh komitmen menjalankannya, ia berjalan mirip bola salju. Hasilnya bisa dilihat dalam waktu yang cukup singkat." Tahun 1988, Bank Niaga sudah menjadi bank swasta kedua terbesar di bawah BCA, yang dimiliki Liem Sioe Liong kerabat Presiden Soeharto dan dipimpin oleh Mochtar Riyadi. Bank lain yang menjadi saingan adalah Bank Duta, yang banyak dibantu Bulog; Bank Umum Nasional milik Bob Hasan yang disebut Robby sebagai "Anak Raja Republik" BDNI dan BII- milik dua konglomerat.

Robby menilai, cepatnya perkembangan Bank Niaga karena faktor citra yang secara cepat dapat diciptakan karena bank ini memiliki orang-orang yang selalu ingin melakukan hal-hal terbaik untuk nasabah dan Bank Niaga, di samping memiliki integritas. Semua orang di Bank Niaga ingin menjadikan bank ini sebagai bank modern dan mempunyai sistem perbankan yang lebih baik dibandingkan bank lain.

Kalau datang ke cabang, maka laporan pemimpin cabang bukanlah apa yang sudah dikerjakan tetapi apa yang menjadi masalah dan berapa besar kontribusi profit yang mereka capai. Budaya Citibank terasa sekali di sini. Tidaklah populer di Bank Niaga apabila pemimpin cabang melaporkan apa yang sudah ia lakukan ataupun keberhasilannya. Karena Robby dengan ketus akan menjawab: "Anda sudah dibayar untuk itu. Laporkan kepada saya apa yang menjadi masalah ataupun tantangan, dan bagaimana Anda akan menghadapinya."

Sikap Robby ini merupakan cerminan budaya yang berkembang di kalangan eksekutif Bank Niaga, yang selalu tertantang untuk memecahkan masalah. Mereka sadar bahwa Bank Niaga berdiri sendiri dan tidak dibantu oleh fasilitas maupun kemudahan dari pasar karena bank ini bank pribumi. Kunci keberhasilan Bank Niaga di mata Robby karena menciptakan dan memiliki professional yang baik. Mereka memiliki keahlian, jiwa kepemimpinan, dan motivasi bekerja yang tinggi. "Kalau di seluruh dunia orang-orang Citibank ada di mana-mana, di Indonesia juga dapat dikatakan orang-orang Bank Niaga ada di mana-mana," gumamnya bangga.

Sebagian besar direksi Bank Niaga saat ini adalah lulusan Program Pengembangan Eksekutif yang dulu dikembangkan oleh Robby Djohan. Program ini meniru program serupa di Citibank. Kendati ikut dirundung masalah karena krisis ekonomi, Bank Niaga tetap memiliki nilai berharga untuk dipertahankan dari kemungkinan ditutup dan diminati oleh investor. Sebuah bukti bahwa Robby memang hebat.

Tidak ada komentar: