Materi

Referensi

Selasa, 27 April 2010

Tentang Materai



A.                 PENGERTIAN     

Benda meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Dasar Hukum Asuransi


A.                 DEFINISI DAN UNSUR ASURANSI

Menurut Ketentuan Pasal 246 KUHD, Asuransi atau Pertanggungan adalah Perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).

Menurut Ketentuan Undang–undang No.2 tahun 1992 tertanggal 11 Pebruari 1992 tentang Usaha Perasuransian (“UU Asuransi”), Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Berdasarkan definisi tersebut di atas maka asuransi merupakan suatu bentuk perjanjian dimana harus dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata, namun dengan karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang bersifat untung-untungan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH Perdata.

Menurut Pasal 1774 KUH Perdata, “Suatu persetujuan untung–untungan (kans-overeenkomst) adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu”.

Beberapa hal penting mengenai asuransi:
1.      Merupakan suatu perjanjian yang harus memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata;
2.      Perjanjian tersebut bersifat adhesif artinya isi perjanjian tersebut sudah ditentukan oleh Perusahaan Asuransi (kontrak standar). Namun demikian, hal ini tidak sejalan dengan ketentuan dalam Undang-undang No.8 tahun 1999 tertanggal 20 April 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
3.      Terdapat 2 (dua) pihak di dalamnya yaitu Penanggung dan Tertanggung, namun dapat juga diperjanjikan bahwa Tertanggung berbeda pihak dengan yang akan menerima tanggungan;
4.      Adanya premi sebagai yang merupakan bukti bahwa Tertanggung setuju untuk diadakan perjanjian asuransi;
5.      Adanya perjanjian asuransi mengakibatkan kedua belah pihak terikat untuk melaksanakan kewajibannya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang harus ada pada Asuransi adalah:
1.      Subyek hukum (penanggung dan tertanggung);
2.      Persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung;
3.      Benda asuransi dan kepentingan tertanggung;
4.      Tujuan yang ingin dicapai;
5.      Resiko dan premi;
6.      Evenemen (peristiwa yang tidak pasti) dan ganti kerugian;
7.      Syarat-syarat yang berlaku;
8.      Polis asuransi.


B.                 TUJUAN ASURANSI

a.     Pengalihan Risiko

Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung), sejak itu pula risiko beralih kepada penanggung.

b.     Pembayaran Ganti Kerugian

Jika suatu ketika sungguh–sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung akan dibayarkan ganti kerugian yang besarnya seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam prakteknya kerugian yang timbul itu dapat bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa kerugian total (total loss). Dengan demikian, tertanggung mengadakan asuransi bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguh–sungguh diderita.

Dalam pembayaran ganti kerugian oleh perusahaan asuransi berlaku prinsip subrogasi (diatur dalam pasal 1400 KUH Per) dimana penggantian hak si berpiutang (tertanggung) oleh seorang pihak ketiga (penanggung/pihak asuransi) – yang membayar kepada si berpiutang (nilai klaim asuransi) – terjadi baik karena persetujuan maupun karena undang-undang.


C.                 BERLAKUNYA ASURANSI

Hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung timbul pada saat ditutupnya asuransi walaupun polis belum diterbitkan. Penutupan asuransi dalam prakteknya dibuktikan dengan disetujuinya aplikasi atau ditandatanganinya kontrak sementara (cover note) dan dibayarnya premi. Selanjutnya sesuai ketentuan perundangan-undangan yang berlaku, penanggung atau perusahaan asuransi wajib menerbitkan polis asuransi (Pasal 255 KUHD).





D.                POLIS  ASURANSI

1.     Fungsi Polis

Menurut ketentuan pasal 225 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis yang memuat kesepakatan, syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban para pihak (penanggung dan tertanggung) dalam mencapai tujuan asuransi. Dengan demikian, polis merupakan alat bukti tertulis tentang telah terjadinya perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung.

Mengingat fungsinya sebagai alat bukti tertulis maka para pihak (khususnya Tertanggung) wajib memperhatikan kejelasan isi polis dimana sebaiknya tidak mengandung kata-kata atau kalimat yang memungkinkan perbedaan interpretasi sehingga dapat menimbulkan perselisihan (dispute).

2.     Isi Polis

Menurut ketentuan pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa harus memuat syarat-syarat khusus berikut ini:
a. Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi;
b.  Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau pihak ketiga;
c. Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan;
d. Jumlah yang diasuransikan (nilai pertanggungan);
e. Bahaya-bahaya/ evenemen yang ditanggung oleh penanggung;
f.   Saat bahaya mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung;
g. Premi asuransi;
h. Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janji-janji khusus yang diadakan antara para pihak, antara lain mencantumkan BANKER’S CLAUSE, jika terjadi peristiwa (evenemen) yang menimbulkan kerugian penanggung dapat berhadapan dengan siapa pemilik atau pemegang hak.

Untuk jenis asuransi kebakaran Pasal 287 KUHD menentukan bahwa di dalam polisnya harus pula menyebutkan:
a.      Letak barang tetap serta batas-batasnya;
b.      Pemakaiannya;
c.      Sifat dan pemakaian gedung-gedung yang berbatasan, sepanjang berpengaruh terhadap obyek pertanggungan;
d.      Harga barang-barang yang dipertanggungkan;
e.      Letak dan pembatasan gedung-gedung dan tempat-tempat dimana barang-barang bergerak yang dipertanggungkan itu berada.

Untuk mengetahui perlindungan yang diberikan oleh suatu polis asuransi, perlu diperhatikan tujuh aspek penutupannya, yaitu:
1.      Bencana yang ditutup;
2.      Yang ditutup;
3.      Kerugian yang ditutup;
4.      Orang-orang yang ditutup;
5.      Lokasi-lokasi yang ditutup;
6.      Jangka waktu yang ditutup;
7.      Bahaya-bahaya yang dikecualikan.

3.     Jenis Klausula Asuransi

Dalam perjanjian asuransi sering dimuat janji-janji khusus yang dirumuskan secara tegas dalam polis, yang lazim disebut Klausula asuransi yang maksudnya untuk mengetahui batas tanggung jawab penanggung dalam pembayaran ganti kerugian apabila terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian. Jenis-jenis asuransi tersebut ditentukan oleh sifat objek asuransi itu, bahaya yang mengancam dalam setiap asuransi. Klausula-klausula yang dimaksud antara lain:
a.   Klausula Premier Risque

Klausula ini menyatakan bahwa apabila pada asuransi dibawah nilai benda terjadi kerugian, penanggung akan membayar ganti kerugian seluruhnya sampai maksimum jumlah yang diasuransikan (Pasal 253 ayat 3 KUHD). Klausula ini biasa digunakan pada asuransi pembongkaran dan pencurian, asuransi tanggung jawab.

b.   Klausula All Risk

Klausula ini menentukan bahwa penanggung memikul segala resiko atau benda yang diasuransikan. ini berarti penanggung akan mengganti semua kerugian yang timbul akibat peristiwa apapun, kecuali kerugian yang timbul karena kesalahan tertanggung sendiri (Pasal 276 KUHD) dan karena cacat sendiri bendanya (Pasal 249 KUHD).

c.      Klausula Total Loss Only (TLO)

Klausula ini menentukan bahwa penanggung hanya  menanggung kerugian yang merupakan kerugian keseluruhan/total atas benda yang diasuransikan.

d.     Klausula Sudah Diketahui (All Seen)

Klausula ini digunakan pada asuransi kebakaran. Klausula ini menentukan bahwa penanggung sudah mengetahui keadaan, konstruksi, letak dan cara pemakaian bangunan yang diasuransikan.

e.     Klausula Renunsiasi (Renunciation)

Menurut Klausula penanggung tidak akan menggugat tertanggung, dengan alasan pasal 251 KUHD, kecuali jika hakim menetapkan bahwa pasal tersebut harus diberlakuan secara jujur atau itikad baik dan sesuai dengan kebiasaan. berarti apabila timbul kerugian akibat evenemen tertanggung tidak memberitahukan keadaan benda objek asuransi kepada penanggung, maka penanggung tidak akan mengajukan pasal 251 KUHD dan penanggung akan membayar klaim ganti kerugian kepada tertanggung.

f.       Klausula Free Particular Average (FPA)

Bahwa penaggung dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian yang timbul akibat peristiwa khusus di laut (Particular Average) seperti ditentukan dalam pasal 709 KUHD dengan kata lain penanggung menolak pembayaran ganti kerugian yang diklaim oleh tertanggung yang sebenarnya timbul dari akibat peristiwa khusus yang sudah dibebaskan klausula FPA.

g.     Klausula Riot, Strike & Civil Commotion (RSCC)

Riot (kerusuhan) adalah tindakan suatu kelompok orang, minimal sebanyak 12 orang, yang dalam melaksanakan suatu tujuan bersama menimbulkan suasana gangguan ketertiban umum dengan kegaduhan dan menggunakan kekerasan serta pengrusakan harta benda orang lain, yang belum dianggap sebagai huru-hara.

Strike (pemogokan) adalah tindakan pengrusakan yang disengaja oleh sekelompok pekerja, minimal 12 orang pekerja atau separuh dari jumlah pekerja (dalam hal jumlah seluruh pekerja kurang dari 24 orang),yang menolak bekerja sebagaimana biasanya dalam usaha untuk memaksa majikan memenuhi tuntutan dari pekerja atau dalam melakukan protes terhadap peraturan atau persyaratan kerja yang diberlakukan oleh majikan.

Civil Commotion (huru-hara) adalah keadaan di suatu kota dimana sejumlah besar massa secara bersama-sama atau dalam kelompok-kelompok kecil menimbulkan suasana gangguan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan kegaduhan dan menggunakan kekerasan serta rentetan pengrusakan sejumlah besar harta benda, sedemikian rupa sehingga timbul ketakutan umum, yang ditandai dengan terhentinya lebih dari separuh kegiatan normal pusat perdagangan/pertokoan atau perkantoran atau sekolah atau transportasi umum di kota tersebut selama minimal 24 jam secara terus menerus yang dimulai sebelum, selama atau setelah kejadian tersebut.

4.     Hal yang harus diperhatikan:

Banker’s Clause atau Klausula Bank adalah suatu klausula yang tercantum dalam Polis yang hanya dicantumkan atas permintaan pihak Bank dimana dalam polis secara tegas dinyatakan bahwa Pihak Bank adalah sebagai penerima ganti rugi atas peristiwa yang terjadi atas obyek pertanggungan sebagaimana disebutkan dalam perjanjian asuransi (polis).

Klausula ini muncul sebagai akibat adanya hubungan hutang piutang antara Debitur dan Kreditur dimana obyek pertanggungan adalah menjadi jaminan Bank; sehingga klausula ini bukan merupakan standard yang pada umumnya tercantum dalam Polis.


E.                 JENIS ASURANSI


Asuransi pada umumnya dibagi menjadi dua bagian besar yaitu: Asuransi Kerugian dan Asuransi Jiwa.

1. Asuransi Kerugian terdiri dari:
     a. Asuransi Kebakaran;
     b. Asuransi Kehilangan dan Kerusakan;
     c. Asuransi laut;
     d. Asuransi Pengangkutan;
e.  Asuransi Kredit.

2. Asuransi Jiwa terdiri dari
     a.  Asuransi Kecelakaan;
b.  Asuransi Kesehatan;
c.  Asuransi Jiwa Kredit.


F.                 BATALNYA ASURANSI

Suatu   pertanggungan atau asuransi karena pada hakekatnya adalah merupakan suatu perjanjian maka ia dapat pula diancam dengan resiko batal atau dapat dibatalkan apabila tidak memenuhi syarat syahnya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Selain itu KUHD mengatur tentang ancaman batal apabila dalam perjanjian asuransi:
1.      Memuat keterangan yang keliru atau tidak benar atau bila tertanggung tidak memberitahukan hal-hal yang diketahuinya sehingga apabila hal itu disampaikan kepada penanggung akan berakibat tidak ditutupnya perjanjian asuransi tersebut (Pasal 251 KUHD);
2.      Memuat suatu kerugian yang sudah ada sebelum perjanjian asuransi ditandatangani (Pasal 269 KUHD);
3.      memuat ketentuan bahwa tertanggung dengan pemberitahuan melalui  pengadilan membebaskan si penanggung dari segala kewajibannya yang akan datang (Pasal 272 KUHD);
4.      Terdapat suatu akalan cerdik, penipuan, atau kecurangan si tertanggung (Pasal 282 KUHD);
5.      Apabila obyek pertanggungan menurut peraturan perundang-undangan tidak boleh diperdagangkan dan atas sebuah kapal baik kapal Indonesia atau kapal asing yang digunakan untuk mengangkut obyek pertanggungan menurut peraturan perundang-undangan tidak boleh diperdagangkan (Pasal 599 KUHD).


G.                SANKSI

Terhadap pelanggaran ketentuan yang dilakukan Penanggung dan Tetanggung dapat dikenakan sanksi berupa:
1.      Sanksi Administratif, (berlaku hanya untuk perusahaan perasuransian, bukan pada tertanggung); dan
2.      Sanksi Pidana.

1.     Sanksi Administratif

Setiap Perusahaan Perasuransian yang tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No.73 tahun 1992 tertanggal 30 Oktober 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (“PP No.73/1992”) serta peraturan pelaksanaannya yang berkenaan dengan:
a.      Perizinan usaha;
b.      Kesehatan keuangan;
c.      Penyelenggaraan usaha;
d.      Penyampaian laporan;
e.      Pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi atau tentang pemeriksaan langsung;
dikenakan sanksi peringatan, sanksi pembatasan kegiatan usaha dan sanksi pencabutan izin usaha (Pasal 37 PP No.73/1992).

Tanpa mengurangi ketentuan Pasal 37, maka terhadap:
a.      Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang tidak menyampaikan laporan keuangan tahunan dan laporan operasional tahunan dan atau tidak mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi, sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan, dikenakan denda administratif Rp. 1.000.000.000 (satu juta Rupiah) untuk setiap hari keterlambatan;
b.      Perusahaan Pialang Asuransi atau Perusahaan Pialang Reasuransi yang tidak menyampaikan laporan operasional tahunan sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dikenakan denda administratif Rp. 500.000 (lima ratus ribu Rupiah) untuk setiap hari keterlambatan (Pasal 38 PP No.73/1992).

2.     Sanksi Pidana

Sanksi pidana dikenakan pada kejahatan perasuransian yang diatur dalam Pasal 21 UU Asuransi, berikut ini:

a.     Terhadap pelaku utama

Orang yang menjalankan atu menyuruh menjalankan usaha perasuransian tanpa izin usaha, menggelapkan premi asuransi, menggelapkan dengan cara mengalihkan, menjaminkan, dan atau mengagunkan tanpa hak kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta Rupiah).

b.     Terhadap pelaku pembantu

Orang yang menerima, menadah, membeli, atau mengagunkan atau menjal kembali kekayaan perusahaan hasil penggelapan dengan cara tersebut yang diketahuinya atau patut diketahuinya bahwa barang–barang tersebut adalah kekayaan Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, dianjam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta Rupiah).


c.      Terhadap pemalsu dokumen

Orang yang secara sendiri–sendiri atau bersama–sama melakukan pemalsuan atas dokumen Perusahaan Asuransi Kerugian atau Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Reasuransi, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta Rupiah).


DAFTAR PUSTAKA
 
Buku
1.      Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H., Hukum Asuransi di Indonesia, Penerbit PT Intermasa, 1986;
2.      H. Mashudi, SH. MH dan Moch. Chidir Ali, SH. (Alm.), Hukum Asuransi, Penerbit CV. Mandar Maju, 1995;
3.      Undang – Undang Usaha Perasuransian Jaminan Sosial Tenaga Kerja Perbankan 1992, Penerbit CV. Eko Jaya, Jakarta, 1992;
4.      Prof. Abdulkadir Muhammad, SH., Hukum Asuransi Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 1999;
5.      Hasanuddin Rahman, S.H., Aspek–Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.

PERKUMPULAN YANG TIDAK BERBADAN HUKUM DAN PERUSAHAAN PERORANGAN


A.                PERKUMPULAN YANG TIDAK BERBADAN HUKUM DALAM ARTI LUAS


Perkumpulan yang dikenal secara luas antara lain adalah persekutuan, persekutuan firma, persekutuan komanditer, koperasi dan perseroan terbatas. Perkumpulan ini ada yang berbadan hukum dan ada yang tidak berbadan hukum. Perkumpulan yang berbadan hukum sudah diuraikan secara panjang lebar dalam bab sebelumnya. Sebagaimana telah diketahui bahwa salah satu syarat badan hukum adalah anggaran dasarnya memperoleh pengesahan dari Pemerintah. Sedangkan anggaran dasar perkumpulan tidak berbadan hukum tidak memperoleh pengesahan dari Pemerintah.

Selanjutnya dalam bab ini hanya akan dibahas mengenai perkumpulan yang tidak berbadan hukum antara lain adalah persekutuan, persekutuan firma, persekutuan komanditer.  Macam-macam bentuk perkumpulan tersebut mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
1.        kepentingan bersama;
2.        kehendak bersama;
3.        tujuan bersama; dan
4.        kerja sama.

Macam-macam bentuk perkumpulan yang dikenal dalam praktek adalah kelompok, perhimpunan, perserikatan, ikatan, kepanitiaan, asosiasi, persatuan dan sebagainya.

Pada umumnya macam-macam perkumpulan tersebut tidak bertujuan mencari laba, didirikan hanya untuk sementara waktu dan tidak diumumkan/diberitahukan kepada pihak ketiga mengenai pendiriannya.


Selain perkumpulan tersebut di atas dikenal pula adanya permitraaan dan kemitraan. Permitraan adalah padanan kata dari “partnership”  dimana hubungan para pihak adalah setara. Permitraan yang dikenal di Indonesia adalah persekutuan (Maatschap), persekutuan firma (Vennootschap Onder Firma) dan persekutuan komanditer (Commanditaire Vennootschap). Sedangkan Kemitraan berdasarkan Undang-Undang No.9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, pada dasarnya merupakan kerjasama usaha atau hubungan antara pihak-pihak yang tidak setara atau berbeda. Jadi, kemitraan bukanlah suatu bentuk usaha.

Perkumpulan dapat didirikan melalui perjanjian yang sederhana dan tidak ada pengajuan formal atau tidak diperlukan adanya persetujuan Pemerintah. Perjanjiannya bisa secara tertulis dengan akta pendirian ataupun lisan.

Akta Pendirian adalah tidak mutlak, apabila ada Akta Pendirian, maka biasanya dibuat dihadapan Notaris atau dalam bentuk otentik, dikemudian didaftarkan (tidak harus) dalam Register di Kantor Panitera Pengadilan Negeri dimana perkumpulan tersebut berkedudukan.

Para pengurus, apabila tidak diatur lain dalam anggaran dasarnya, berwenang bertindak atas nama perkumpulan, mengikat perkumpulan dengan pihak ketiga dan sebaliknya serta mewakili perkumpulan di dalam dan di luar pengadilan. Para pengurus harus dapat menunjukkan bahwa diri mereka berwenang bertindak atas nama perkumpulan. 

Apabila dalam anggaran dasar tidak terdapat ketentuan mengenai kepengurusan perkumpulan maka tidak seorangpun anggota perkumpulan yang berwenang bertindak atas nama perkumpulan. Namun ketentuan ini tidak berlaku apabila tindakan tersebut memberi manfaat bagi perkumpulan.

Dalam hal perkumpulan membuka rekening, maka tindakan‑tindakan tersebut diwakili oleh pengurus perkumpulan sebagaimana diatur dalam anggaran dasarnya.


Namun dalam hal tidak ada pengaturan dalam anggaran dasar maka tindakan tersebut diwakili oleh seluruh anggota baik langsung maupun malalui kuasa.

Dalam hal perkumpulan sebagai peminjam/penjamin/pemberi jaminan maka tindakan tersebut diwakili oleh pengurus sebagaimana diatur dalam anggaran dasarnya. Selain itu Akta Pendirian/Anggaran Dasar dapat mengatur apakah diperlukan persetujuan dari para anggota atau organ perkumpulan  lainnya. Dalam hal perkumpulan memperoleh kredit, para anggota perkumpulan tidak bertanggung jawab pribadi atas perikatan perkumpulan. Utang-utang dilunasi dari hasil penjualan barang-barang perkumpulan. Dengan adanya ketentuan ini maka bagi bank agar hendaknya tidak memberikan kredit kepada perkumpulan.

DOKUMEN YANG HARUS DIPERHATIKAN OLEH BANK DALAM BERTRANSAKSI DENGAN  PERKUMPULAN YANG TIDAK BERBADAN HUKUM
b.        Akta Pendirian atau Anggaran Dasar dan perubahan-perubahannya apabila ada.
c.         Penunjukan pengurus atau pihak yang berwenang mewakili perkumpulan yang tidak berbadan hukum.
d.        Surat Keterangan Domisili dari Kelurahan setempat.
e.        Nomor Pokok Wajib Pajak dari Kantor Pelayanan Pajak setempat.
f.          Kartu identitas pendiri atau pengurus perkumpulan yang tidak berbadan hukum.
g.        Izin lainnya yang sesuai dengan jenis usaha kegiatannya.


B.                PERKUMPULAN YANG TIDAK BERBADAN HUKUM DALAM ARTI SEMPIT

 

B.1.    PERSEKUTUAN PERDATA (MAATSCHAP)


PENGERTIAN
          Persekutuan adalah suatu perjanjian dimana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu kedalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya.  Persekutuan merupakan bentuk permitraan yang paling sederhana karena:
a.      tidak ada ketentuan  tentang besarnya modal minimal;
b.      selain berbentuk uang atau barang, dalam rangka memasukkan sesuatu, tenaga dapat pula dimasukkan;
c.      bidang usahanya tidak dibatasi;
d.      tidak ada pengumuman kepada pihak ketiga.

Pada umumnya hal-hal yang diatur dalam perjanjian persekutuan adalah:
a.      “bagian” yang harus dimasukkan ke dalam persekutuan;
b.      cara kerja;
c.      pembagian keuntungan;
d.      tujuan kerjasama;
e.      waktu atau lamanya perjanjian.

Persekutuan Perdata yang menjalankan perusahaan dikenal dengan istilah Perserikatan Perdata. Adapun yang dimaksud dengan Perserikatan Perdata adalah perkumpulan dalam arti luas ditambah dengan 2 unsur lagi yakni, pemasukan dan pembagian keuntungan.
 
DASAR HUKUM
          Pasal 1618 sampai dengan Pasal 1652 KUH Perdata.

PENDIRIAN
          Persekutuan dapat didirikan melalui perjanjian yang sederhana dan tidak ada pengajuan formal atau tidak diperlukan adanya persetujuan Pemerintah. Perjanjiannya bisa secara tertulis dengan akta pendirian ataupun lisan. Persekutuan biasanya menggunakan nama para anggota atau mitranya. Walaupun dimungkinkan perjanjian pendirian persekutuan dibuat dengan lisan namun pada umumnya perjanjian pendirian persekutuan dibuat secara tertulis.

ORGAN PERSEKUTUAN
          Akta Pendirian dapat mengatur mengenai sekutu yang ditunjuk sebagai pengurus persekutuan (Sekutu Statuter). Setelah persekutuan didirikan para mitra persekutuan dapat dengan perjanjian khusus menunjuk salah seorang diantara mereka atau orang ketiga sebagai pengurus (Sekutu Mandater). Sekutur Statuter tidak dapat diberhentikan selama berjalannya persekutuan kecuali atas dasar alasan-alasan tertentu menurut hukum. Sedangkan Sekutu Mandater dapat di berhentikan setiap saat atau meminta agar kekuasaannya dicabut.

KEWENANGAN BERTINDAK
          Berdasarkan Pasal 1637 KUH Perdata, pengurus yang ditunjuk tersebut berhak melakukan semua tindakan kepengurusan yang ia anggap perlu walaupun tidak disetujui oleh beberapa atau semua mitra asalkan dilakukan dengan itikad baik. Jadi, pengurus dapat bertindak atas nama mitra dan mengikat para mitra terhadap pihak ketiga dan pihak ketiga terhadap para mitra selama masa penunjukkannya. Apabila pengurus yang ditunjuk ada, mitra yang bukan pengurus tidak mempunyai kewenangan untuk bertindak atas nama mitra dan tidak bisa mengikat para mitra lainnya terhadap pihak ketiga.

          Apabila  tidak ada pengaturan-pengaturan khusus mengenai kepengurusan, Pasal 1639 KUH Perdata menetapkan bahwa setiap mitra dianggap secara timbal balik telah memberi kuasa untuk bertindak atas nama persekutuan dan atas nama mereka. Jadi, sepanjang tidak dibatasi secara tegas dengan perjanjian permitraan, setiap mitra berhak bertindak atas nama permitraan dan mengikat para mitra terhadap pihak ketiga dan pihak ketiga terhadap mitra. Akan tetapi sekutu yang lainnya yang tidak setuju, mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atas perbuatan kepengurusan yang dikhawatirkan dapat mendatangkan kerugian bagi persekutuan.



TINDAKAN PERSEKUTUAN BERHUBUNGAN DENGAN BANK

Persekutuan Sebagai Nasabah
Dalam hal persekutuan membuka rekening, maka tindakan‑tindakan tersebut diwakili oleh pengurus persekutuan. Apabila persekutuan tidak mempunyai pengurus maka setiap mitra berhak bertindak atas nama persekutuan dengan syarat tidak ada keberatan dari mitra lainnya.

Persekutuan Sebagai Peminjam/Penjamin/Pemberi Jaminan
Bank yang mengadakan perjanjian kredit dengan mitra persekutuan tidak dapat mengandalkan pada mitra tersebut untuk mengikat persekutuan secara keseluruhan atau mitra lain secara perorangan. Ketiadaan kuasa khusus atau persetujuan dari mitra lainnya hanya mengikat mitra yang bertindak atau bertanggung jawab terhadap perikatan secara pribadi. Bank harus meminta kepada mitra yang bertindak, surat kuasa atau persetujuan dari mitra lainnya agar dapat mengikat persekutuan secara keseluruhan.
Mitra persekutuan perdata bertanggung jawab secara pribadi, terbatas pada perikatan-perikatan yang telah dibuatnya sendiri, kecuali bila sekutu yang bersangkutan telah mendapat kuasa dari sekutu-sekutu lainnya atau keuntungan dari adanya perikatan tersebut telah dinikmati oleh persekutuan.
      

B.2.    PERSEKUTUAN FIRMA (“FIRMA” atau “FA”)

            PENGERTIAN
Firma adalah tiap-tiap persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama.  Kata “Firma” berarti nama bersama, yaitu nama orang (biasanya nama pendiri) yang dipergunakan menjadi nama perseroan.  Setiap pendiri memilih nama perseroan asal tidak nyata‑nyata dengan sengaja menyamai atau hampir menyamai nama perusahaan lain dengan itikad buruk. 



Dengan demikian terdapat 3 kekhususan Firma, yakni:
a.        menjalankan perusahaan;
b.        dengan nama bersama;
c.         pertanggungan jawab sekutu yang bersifat pribadi untuk keseluruhan.

Suatu Persekutuan Perdata baru dapat dikatakan sebagai suatu Firma apabila telah memenuhi ketiga unsur tambahan tersebut.

DASAR HUKUM
Pasal 16 sampai dengan 35 Kitab Undang‑undang Hukum Dagang (“KUHD”).

PENDIRIAN
Akta Pendirian Firma harus didaftarkan di Kantor Panitera Pengadilan Negeri dimana Firma tersebut berdomisili dan harus diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Adapun sanksi bila tidak didaftarkan dan diumumkan, adalah pihak ketiga dapat menganggap bahwa semua persero berwenang bertindak untuk dan atas nama Firma, dan Firma dianggap menjalankan usaha­ dalam segala bidang dan didirikan untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Dalam praktek sehari‑hari pendirian Firma adalah dengan akta otentik. Ketiadaan akta otentik tidak boleh digunakan untuk merugikan pihak ketiga. Untuk dapat memulai usahanya Firma harus memiliki surat izin usaha, surat izin tempat berusaha dan izin-izin lainnya yang diperlukan.

ORGAN FIRMA
Organ dari suatu Firma terdiri dari para sekutu, akan tetapi tidak menutup kemungkinan ditunjuk dan diangkat diantara mereka sebagai Pengurus. Apabila terdapat pengurus maka hal tersebut dapat diketahui dari akta pendiriannya atau akta tersendiri yang harus didaftarkan pada Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Berita Negara untuk kepentingan pihak ketiga.




        KEWENANGAN BERTINDAK
Pada dasarnya dalam menjalankan perusahaan, tiap sekutu berwenang mengadakan perikatan dengan pihak ketiga untuk kepentingan Firma kecuali bila sekutu tersebut dikecualikan dan tidak diberi wewenang tersebut. Dengan demikian sekutu yang melanggar pembatasan wewenang itu bertanggung jawab secara pribadi terhadap pihak ketiga dan terhadap Firma.

Setiap sekutu bertanggung jawab secara pribadi untuk keseluruhan terhadap pihak ketiga dalam Akta Pendirian dan/atau perubahannya dapat diadakan pembatasan‑pembatasan kewenangan sekutu-sekutu tersebut.  Para sekutu lain terikat oleh perbuatan Pesero yang melakukan tindakan hukum dengan pihak ketiga untuk kepentingan Firma. Jadi tiap‑tiap sekutu dianggap telah memberikan kuasa umum kepada sekutu lainnya untuk melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga atas nama Firma.

TINDAKAN FIRMA BERHUBUNGAN DENGAN BANK

Firma Sebagai Nasabah
          Dalam hal Firma membuka rekening, maka tindakan tersebut cukup diwakili oleh salah seorang sekutu sebagai pengurus, kecuali ditentukan lain dalam Akta Pendirian/Anggaran Dasar yang berkenaan dengan kewenangan bertindak pengurusnya.

Firma Sebagai Peminjam/Penjamin/Pemberi Jaminan
Dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku pada Persekutuan Perdata sebagaimana tersebut di atas, pada umumnya dalam hal Firma sebagai peminjam/penjamin/pemberi jaminan, maka tergantung pada Akta Pendirian/Anggaran Dasar apakah diperlukan persetujuan dari Pesero atau pengurus lainnya.

DOKUMEN YANG HARUS DIPERHATIKAN OLEH BANK DALAM BERTRANSAKSI DENGAN  FIRMA
a.      Akta Pendirian atau Anggaran Dasar dan perubahan-perubahannya apabila ada.
b.      Surat Keterangan Domisili dari Kelurahan setempat.
c.      Nomor Pokok Wajib Pajak Firma dari Kantor Pelayanan Pajak setempat.
d.      Kartu identitas pendiri atau pengurus Firma.
e.      Izin lainnya yang sesuai dengan kegiatan usaha Firma.

B.3.    PERSEKUTUAN KOMANDITER/COMMANDITAIRE VENOOTSCHAP (“CV”)

            PENGERTIAN
          CV adalah Firma yang mempunyai satu atau beberapa orang sekutu komanditer. Sekutu komanditer adalah sekutu yang hanya menyerahkan uang, barang atau tenaga sebagai pemasukan pada persekutuan dan tidak turut campur dalam pengurusan persekutuan.
 
DASAR HUKUM
Pasal 19, 20 dan 21 KUHD.

PENDIRIAN
Sama dengan pendirian Firma, pendirian CV tidak memerlukan formalitas. Akta Pendirian harus didaftarkan di Kantor Panitera Pengadilan Negeri dimana Firma tersebut berdomisili dan harus diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Untuk dapat memulai usahanya CV harus memiliki surat izin usaha, surat izin tempat berusaha dan izin-izin lainnya yang diperlukan.

ORGAN CV
CV mempunyai dua macam sekutu yakni sekutu kerja/pengurus dan sekutu komanditer.  Adapun perbedaan kedua sekutu tersebut dalah sebagai berikut:

a.        sekutu komanditer

(i)      wajib menyerahkan pemasukan modal (inbreng) yang berupa uang, barang atau tenaga dan berhak menerima keuntungan dari persekutuan;
(ii)      tanggung jawabnya terbatas pada jumlah pemasukan (inbreng) yang telah disanggupi untuk disetor atau yang telah disetor;
(iii) tidak boleh mencampuri tugas sekutu kerja yaitu pengurusan persekutuan. Bila larangan ini dilanggar, maka sekutu komanditer bertanggung jawab secara pribadi untuk keseluruhan.

b.   sekutu kerja/pengurus
(i)     berhak menyerahkan pemasukan modal (inbreng) yang telah disetor;
(ii)   bertugas mengurus persekutuan;
(iii)    bertanggung jawab secara pribadi dan untuk keseluruhan;
(iv)  bila ada beberapa sekutu kerja, maka biasanya ditetapkan tugas dan wewenang masing‑masing termasuk dalam hal larangan untuk bertindak keluar persekutuan.

KEWENANGAN BERTINDAK
Yang berwenang bertindak di luar dan di dalam pengadilan adalah sekutu kerja yang sekaligus bertanggung jawab keluar, sedangkan tanggung jawab sekutu komanditer hanya kedalam.

Pihak ketiga tidak dapat langsung menuntut kepada sekutu komanditer, karena yang bertanggung jawab sepenuhnya adalah sekutu kerja dan bagi pihak ketiga hanya ada sekutu kerja.

Sekutu komanditer menanggung kerugian tidak melebihi jumlah pemasukan (inbreng)nya, sedangkan sekutu kerja bertanggung jawab secara pribadi dan sepenuhnya terhadap pihak ketiga.
Sekutu komanditer dilarang melakukan pengurusan CV walaupun berdasarkan Surat Kuasa.  Bila dilanggar, maka berlaku sanksi Pasal 21 KUHD, yaitu tanggung jawabnya sama dengan sekutu kerja.
   TINDAKAN CV BERHUBUNGAN DENGAN BANK

CV Sebagai Nasabah
Dalam hal CV membuka rekening, maka tindakan‑tindakan tersebut diwakili oleh sekutu kerja.

CV Sebagai Peminjam/Penjamin/Pemberi Jaminan
Dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku pada persekutuan perdata sebagaimana tersebut di atas, dalam hal Persekutuan Perdata sebagai peminjam/penjamin/pemberi jaminan, maka tergantung pada Akta Pendirian/Anggaran Dasar CV apakah diperlukan persetujuan dari sekutu lainnya.

DOKUMEN YANG HARUS DIPERHATIKAN OLEH BANK DALAM BERTRANSAKSI DENGAN  CV
a.      Akta Pendirian atau Anggaran Dasar dan perubahan-perubahannya apabila ada.
b.      Surat Keterangan Domisili dari Kelurahan setempat.
c.      Nomor Pokok Wajib Pajak CV dari Kantor Pelayanan Pajak setempat.
d.      Kartu identitas pendiri atau pengurus CV.
e.      Izin lainnya yang sesuai dengan kegiatan usaha CV.


C.        PERUSAHAAN PERORANGAN


            PENGERTIAN
Perusahaan Perseorangan adalah perusahaan yang dilakukan oleh satu orang pengusaha. Perbedaan pokok Perusahaan Perseorangan dengan persekutuan terletak pada jumlah pengusahanya. Pada persekutuan jumlah pengusaha adalah 2 orang atau lebih. Apabila dalam Perusahaan Perseorangan tampak banyak orang yang bekerja, itu adalah pembantu pengusaha yang mempunyai suatu hubungan hukum perburuhan dan pemberian kuasa. Salah satu bentuk Perusahaan Perorangan adalah Perusahaan Dagang.

DASAR HUKUM
Perusahaan Perseorangan tidak mempunyai kedudukan hukum yang jelas dalam KUHD.

PENDIRIAN
Perusahaan Perseorangan atau Perusahaan Dagang didirikan atas dasar kehendak seorang pengusaha. Belum ada prosedur yang resmi dalam pendiriannya. Dalam praktek, prosedur pendirian yang berlaku apabila seseorang mendirikan  Perusahaan Dagang maka orang tersebut mengajukan permohonan surat izin Usaha Perdagangan (SIUP) dari instansi yang berwenang atau izin lainnya yang diperlukan.

Disamping itu pemilik bila perlu membuat Akta Pendirian perusahaan dihadapan Notaris. Akta Pendirian Perusahaan Dagang adalah tidak mutlak, apabila ada Akta Pendirian, maka biasanya dibuat dihadapan Notaris atau dibuat dibawah tangan, kemudian didaftarkan (tidak harus) dalam Register di Kantor Panitera Pengadilan Negeri dimana Perusahaan Dagang tersebut berkedudukan dan tidak perlu pula diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
 
ORGAN PERUSAHAAN DAGANG
Pada umumnya tidak dikenal organ‑organ dalam bentuk usaha Perusahaan Dagang  karena pada hakekatnya segala tindakan dan kewenangan Perusahaan Dagang berada dalam penguasaan pemiliknya.

KEWENANGAN BERTINDAK
Kewenangan bertindak sepenuhnya berada pada pemiliknya dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam Akta Pendirian Perusahaan Dagang yang bersangkutan (apabila ada). Pemilik dimungkinkan untuk memberikan suatu kuasa kepada orang lain untuk melakukan suatu tindakan tertentu.

TINDAKAN PERUSAHAAN DAGANG BERHUBUNGAN DENGAN BANK

Perusahaan Dagang Sebagai Nasabah
Dalam hal Perusahaan Dagang membuka rekening, maka tindakan tersebut dilakukan oleh pemilik atau tergantung dengan Anggaran Dasar apabila Perusahaan Dagang/Usaha Dagang memiliki Anggaran Dasar.

Perusahaan Dagang Sebagai Peminjam/Penjamin/Pemberi Jaminan
Dalam hal Perusahaan Dagang sebagai peminjam/penjamin/pemberi jaminan, maka tindakan tersebut dilakukan oleh pemilik atau tergantung pada Akta Pendirian/Anggaran Dasar apabila Perusahaan Dagang memiliki Anggaran Dasar.

Persetujuan istri/suami diperlukan dengan mengingat pertanggung jawaban meliputi harta pribadi dalam rangka melaksanakan suatu tindakan  hukum (meminjam/memberikan jaminan pribadi).

DOKUMEN YANG HARUS DIPERHATIKAN OLEH BANK DALAM BERTRANSAKSI DENGAN  PERUSAHAAN DAGANG
1.      Akta Pendirian atau Anggaran Dasar dan perubahan-perubahannya apabila ada.
2.      Surat Keterangan Domisili dari Kelurahan setempat.
3.      Nomor Pokok Wajib Pajak Perusahaan Dagang dari Kantor Pelayanan Pajak setempat.
4.      Kartu identitas pemilik Perusahaan Dagang.
5.      Izin lainnya yang sesuai dengan kegiatan usaha Perusahaan Dagang.


DAFTAR PUSTAKA

Buku
1.             Purwosutjipto, H.M.N., S.H., 1999, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia II: Bentuk-bentuk Perusahaan, Cetakan ke-9, Djambatan, Jakarta.
2.             Rai Widjaya, I.G., S.H., M.A., 2000, Hukum Perusahaan dan  Undang Undang dan Peraturan Pelaksanaan Undang Undang di Bidang Usaha, Cetakan ke-I, Kesaint Blanc, Jakarta
3.             Subekti, R, Prof, S.H. dan Tjitrosudibio, R, 2001, Kitab Undang Undang Hukum Perdata,  Cetakan ke-31, PT Pradnya Paramita, Jakarta.
4.             Subekti, R, Prof, S.H. dan Tjitrosudibio, R, ke-19, Kitab Undang Undang Hukum Dagang dan Undang Undang Kepailitan, PT Pradnya Paramita, Jakarta.